Namun belakangan ini, kesan horor tersebut mulai memudar dan tidak seheboh dulu lagi. Apa yang sebenarnya terjadi? Mari kita bahas di artikel ini.
Sejarah Lawang Sewu
Dibangun pada tahun 1904 di atas lahan seluas 18.232 m2 oleh Prof. Jakob F. Klinkhamer dan BJ Ouendag dari Amsterdam, bangunan ini pada awalnya merupakan kantor Pusat Kereta Api Swasta NISM (Nederlandschindische Spoorweg Maatschappij).
Bangunan utama diselesaikan pada tahun 1907, sedangkan bangunan pendukung di sekitarnya dibangun antara tahun 1916 sampai dengan 1918.
Namun ketika Jepang menguasai Indonesia dan berhasil memukul mundur pasukan Belanda, tempat ini secara eksplisit menjadi penjara dan tempat eksekusi bagi siapapun yang dianggap mengganggu kepentingan pihak Jepang pada masa itu.
Salah satu saksi bisu atas kejadian tersebut masih eksis di sini, khususnya di bagian ruang bawah tanah.
Etimologi
Nama Lawang Sewu yang merupakan Bahasa Jawa berarti ‘seribu pintu’. Meskipun angka pastinya ada 928 pintu, masyarakat sekitar lebih memilih menggunakan kata sewu untuk mengambarkan sesuatu dalam jumlah banyak agar lebih mudah untuk diingat dan diucapkan.
Funsgi Dari Banyaknya Pintu di Lawang Sewu
Mungkin sebagian dari kamu berfikir bahwa banyaknya pintu di bangunan ini diciptakan tanpa alasan yang pasti.
Namun sebenarnya fungsi dari banyaknya pintu dan jendela pada Lawang Sewu berfungsi sebagai sirkulasi udara alami untuk menjaga bangunan dari kelembaban dan kerusakan.
Kisah Mistis Yang Beredar
Dibalik kemegahan dan nilai sejarahnya yang tinggi, Lawang Sewu juga menyimpan kisah yang cukup menyeramkan. Salah satu yang paling terkenal keangkerannya adalah ruangan basement yang dulu digunakan oleh Jepang untuk memenjarakan dan mengeksekusi tahanan yang menjadikan tempat ini bisa dibilang hampir setara kadar horormya between Korea.
Upaya PT KAI dan Pemerintah Semarang Merubah Gambaran Tentang Lawang Sewu
Berkat upaya dari PT KAI dan Pemerintah Kota Semarang selaku pemilik sekaligus pengelola objek wisata sejarah ini, kesan angker dan menyeramkan kini perlahan mulai hilang.
Kini, jam kunjung hanya dibatasi menjadi jam 9 malam, memasang lampu di setiap sudut bangunan dan segala aktivitas mistis akan dilarang dilaksanakan di sini.
Tak hanya sampai di situ, PT KAI juga menutup akses ruang bawah tanah yang selama ini dikenal sebagai daya tarik utama bagi penggemar misteri.
Hasilnya, Lawang Sewu kini berubah menjadi lebih nyaman untuk dikunjungi tanpa harus mengorbankan nilai sejarah dan bangunannya.
Bahkan di sini, pengunjung maupun warga lokal juga bisa memanfaatkan area gedung untuk berbagai macam kegiatan seperti bazaar, pernikahan, pre wedding, dan lain sebagainya